Kuambil
celengan kecilku, kuangkat dan kurasa. Mungkin sudah cukup untukku membeli
gitar putih impianku sejak kelas 6 SD. Kuputuskan untuk membelah celenganku
yang sudah menemaniku sejak 1 tahun ini. Walau pun sayang karena belum terlalu
penuh, mulai kuambil 1 persatu uang yang keluar dari celengan itu. Kuhitung
uang celenganku, kupegang erat sambil berfikir. Jika uang ini untuk membeli
sebuah gitar, bagaimana dengan ayah yang kebetulan juga sedang sakit. Ku
terduduk dan pikiranku melayang. Uang ini awalnya untuk membeli gitar, tapi aku
juga gak tega liat ayah sakit.
Jika uang
ini kugunakan untuk membeli gitar, aku akan dapat gitar yang kuimpikan selama
ini. Tapi ayah juga sedang terbaring lemah. Ibu juga sedang tidak di rumah
karena sedang mengikuti pelatihan. Ayah jadi tanggung jawabku selama ibu gak
ada. Ku berdiri sambil kupegang erat uangku dan berjalan ke kamar ayah. Kubuka
pintu kamar ayah dengan perasaan dilema, kulihat ayah yang sedang tertidur
dengan muka pucatnya yang menahan sakit. Kututup lagi pintu itu dengan mata
berkaca-kaca.
Gitar yang
sudah kuimpikan sejak 2 tahun lalu sudah ada di depan mata, tapi ayah
bagaimana? Aku sayang ayah, tapi aku juga menginginkan gitar itu. Tak ku
sadari, air mataku mulai jatuh dan membasahi pipi. Inilah saat-saat sulit yang
harus ku lalui dengan memilih salah satu dari semua yang kusayangi.
Tiba-tiba
ayah memanggilku dengan lirih, memintaku untuk mengambilkan air minum. Dengan
tergesa-gesa ku menghapus air mataku dan langsung berlari mengambilkan air
minum untuk ayah. Kuberikan air minum itu kepada ayah yang sedang merintih
menahan sakit, aku mulai takut dan bingung.
Di kamar ku
berdiam diri memikirkan apa yang harus kulakukan, rintihan ayah membuat dadaku
terasa sesak dan tak kuasa menahan tangis. Mulai kutarik panjang nafasku dan
berfikir dengan tenang. Aku ingin ayah sembuh, kupilih untuk membawa ayah ke
dokter untuk berobat dan kupatah kan egoku untuk membeli gitar.
Iya, aku
akan membawa ayah berobat dengan uang tabunganku. Kufikir, mungkin lain kali
aku bisa membeli gitar impianku. Aku bisa menabung lagi untuk membeli gitar
itu, lagi pula aku tidak terlalu membutuhkannya saat ini, yang penting ayah
sembuh dulu.Saat aku membicarakan ini dengan ayah, ayah awalnya menyuruhku
untuk tetap membeli gitar itu karena aku sudah lama menginginkan itu, tapi aku
tetap berkeras untuk membawa ayah berobat. Akhirya ayah pun mau untuk berobat
dengan uang tabunganku.
oleh
Nama :
Lutvia Yunita Sari
Kelas : 9B